Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas) telah menggelar Webinar Strategi Percepatan Implementasi Kota Cerdas di Indonesia secara virtual melalui siaran live streaming di Youtube, Kamis (07/04/2022).
Acara ini menghadirkan lima narasumber, tak terkecuali Ketua Dewan Pengurus APEKSI, Bima Arya yang juga menjabat sebagai Wali Kota Bogor.
"Isu Smart City seringkali diperbincangkan. Poin yang paling utama Smart City Is Not Just CCTV," ujar Bima Arya mengawali sambutannya.
Dia mengatakan, hal pertama yang harus dimiliki yakni pemahaman yang solid tentang Smart City. Kota-kota di Indonesia yang ada di garis depan dalam pengembangan Smart City menjadikan inovasi sebagai trigger utamanya dan menjadikannya pembangkit hingga inovasi bisa terwujud sempurna.
"Kombinasi antara inovasi, gagasan, komitmen politik dipadu-padankan dengan perangkat IT mumpuni yang menjadi modal dalam mengembangkan Smart City. Harus ada inovasi dan gagasan yang segar mulai dari pucuk pimpinan sampai staf dibawahnya," tegasnya.
Selain itu, dimensi kedua yakni menjadikan E-Government sebagai akselerator utama dari Smart City. Pasalnya, jika hanya parsial dan tidak integrated, maka pendekatan ini akan sangat lemah. E-government harus dipahami secara utuh, secara menyeluruh, mengikutsertakan seluruh masyarakat, pimpinan organisasi dan sumber daya.
"Tersedianya database yang solid, dapat diakses, pengelolaan informasi data, koordinasi dan kolaborasi antar stakeholder," kata Bima Arya.
Dimensi ketiga, lanjutnya, harus ada kemauan politik yang kuat dari pucuk pimpinan yang diturunkan sampai bawah. Data merupakan model utama referensi kebijakan pemerintah. Semua kebijakan harus berbasiskan data (by data). Sebab, banyak persoalan-persoalan di pemerintah kota yang ketika diputuskan tanpa didasarkan data aktual, maka kebijakan akan misleading (menyesatkan).
"Contohnya, jika mau menggenjot PAD maka Pemkot perlu memiliki database terkait aset, ada dimana, statusnya kepemilikannya dan pengelolaannya. Dengan database akurat terkait aset akan sangat membantu untuk menggenjot PAD," jelasnya.
Dimensi keempat, yang tidak kalah penting yakni membangun sistem informasi yang terintegrasi. Jangan sampai OPD membangun data sendiri-sendiri dan lekat dengan ego sektoral. Penting untuk memastikan semua terbangun dengan harmoni, sistem terintegrasi, saling memberikan suplai data dan membangun ekosistem digital yang kuat.
"Kelima, ini selalu menjadi fokus seluruh Pemkot yakni human resource atau kompetensi. Hal yang paling menantang dari birokrasi itu sistem rotasi mutasi yang rutin dan seringkali menghambat program-program. Baru satu tahun di rotasi dan belum membangun sistem sudah bergeser. Karena itu yang bisa kita lakukan menyesuaikan antara SDM yang dibutuhkan dengan proses pembinaan kepegawaian," jelasnya.
Dimensi terakhir, yakni Smart City harus berkorelasi positif dengan kepuasan dari warga dan memberikan manfaat seluas-luasnya. Menurutnya, buat apa memiliki dashboard yang canggih, memiliki display yang bagus, namun tidak bermanfaat.
Sehingga mulailah dari hal-hal yang dibutuhkan publik. Seperti Kota Bogor yang memulai dengan membenahi sektor perizinan, reformasi birokrasi adalah kunci membangun E-Government. Saat ini di Kota Bogor ada Mal Pelayanan Publik (MPP) yang menjadi terbaik di Indonesia yang menjadi rujukan kota-kota yang lain.
"Di Kota Bogor juga memiliki aplikasi yang tujuannya langsung ke publik, ada Si-Badra aplikasi komplain, aspirasi apapun yang terjadi di Kota Bogor. Kita harus memahami semua yang dilakukan harus selalu diuji sejauh mana korelasinya dengan kualitas hidup warga, dimensi jangka panjang serta sejauh mana berpengaruh pada angka IPM, pendidikan, kesehatan dan daya beli," katanya. (fla/farhan)